Khotbah dan Renungan Kristen

Kumpulan Bahan dan Khotbah Kristen terbaru, Kumpulan renungan kristen, Ilustrasi Khotbah, Ayat Emas Alkitab, Kumpulan Gambar Tuhan Yesus Kristus

Monday, March 4, 2013

Perumpamaan "Anak Yang Hilang" (Lukas 15:11-32)

Lukas 15:11-32; Bacaan Mazmur 63:1-8
Adalah suatu kebahagiaan tersendiri jika ada suatu benda yang sudah lama hilang dan akhirnya kita temukan kembali. Terlebih lagi jika ada keluarga atau saudara kita yang hilang beberapa lama, terlebih lagi jika ada dari keluarga kita itu hilang karena perbuatan dosanya namun ia kembali lagi dengan pertobatan menyesali perbuatannya yang salah adalah sungguh merupakan sukacita tersendiri yang tidak ternilai dalam kehidupan kita. Ilustrasi seperti itulah yang ingin ditegaskan oleh Tuhan Yesus ketika Ia mengilustrasikan mengenai domba, dirham dan anak yang hilang. Tuhan Yesus ingin memperlihatkan bahwa betapa bersukacitanya Allah ketika manusia itu berbalik dari dosa-dosanya.
Hal ini disampaikan oleh Tuhan Yesus ketika orang-orang Farisi dan ahli Taurat bersungut-sungut: “Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka” (15:1). Dalam perumpamaan Tuhan Yesus
tentang anak yang hilang ingin menjelaskan hakikat daripada dosa itu sendiri dan ingin memperlihatkan kepada orang Farisi bahwa Yesus tidak membenarkan perbuatan dosa dalam hidup manusia walaupun sering duduk bersama dengan orang-orang berdosa. Dari perumpamaan ini Yesus menegaskan bahwa dosa akan membuat manusia itu sengsara dan Allah dengan penuh kasih akan menerima orang berdosa itu kembali.
Dalam perumpamaan anak yang hilang ada tiga tokoh yag menonjol, yaitu: Anak Sulung, Bapa dan Anak Bungsu. Jika kita menghubungkan cerita ini dengan konteks ketika Yesus menyampaikan perumpamaan ini, maka Anak sulung adalah gambaran dari orang Farisi dan ahli taurat; Bapa gambaran dari Allah; Anak Bungsu adalah orang-orang yang berdosa. Sungut-sungut orang farisi dan pemungut cukai itu adalah bentuk kemarahan anak sulung karena ketidak senangannya atas tindakan bapanya yang menerima si bungsu kembali. 

Mari kita lihat beberapa refleksi dari perumpamaan ini. 
1.      Allah sungguh mengasihi segala yang telah diciptakanNya.
Kita ingin di hantarkan pada suatu pengertian bahwa Allah adalah kasih. Tuhan tidak menginginkan segala yang diciptakanNya itu hilang. Allah akan senantiasa menanti kembalinya kita kepadaNya. Sejauh mana kita pergi meninggalkan Tuhan, namun Ia akan senantiasa menantikan kepulangan kita, itulah kasih setia Tuhan.
2.      Dampak dari perbuatan dosa
Setelah kepergian anak bungsu membawa bahagian harta yang menjadi haknya dan dari kisah perjalanan kehidupanNya mencerminkan kehidupan manusia yang jatuh kedalam dosa sungguh amat mengerikan. Bagi orang yang berpikiran pendek memang sungguh enak hidup dalam dosa dan pada akhirnya dosa itu sendiri akan membinasakan kita secara berlahan-lahan. Godaan dosa itu memang menggiurkan namun pada hakikatnya adalah mematikan.
3.      Pintu pertobatan terbuka lebar
Sejauh manapun kita jatuh kedalam dosa, namun Allah tetap menerima kita kembali. Perubahan hidup dari anak bungsu itu adalah ketika “ia menyadari keadaannya” (ayat 17). Dia masih mengenal bapanya yang begitu baik dan penuh kasih, ia yakin bahwa bapanya akan menerima ia kembali serendah-rendahnya menjadi seorang upahan bapanya, karena juga mengetahui bahwa pekerja upahan bapanya saja tidak diperlakukan seperti yang dia rasakan. Kesadaran itulah yang membawa ia mendapatkan hidup yang baru. Maka sadarlah selama Allah berkenan menantikan engkau.
4.      Menyadari posisi hidup
Ada dua gambaran hidup yang diperlihatkan oleh perumpamaan ini yaitu pribadi anak bungsu dan anak sulung. Kedua anak itu mau jauh ataupun dekat dengan bapanya, namun yang pasti keduanya sama-sama tetap rentan untuk jatuh ke dalam dosa. Sehingga yang menjadi kuncinya adalah kita “menyadari kasih Allah”. Walaupun kita dekat dengan Allah, namun jika kita tidak menyadari kasih Allah maka kedekatan kita itu akan sia-sia. Sebab sikap orang yang telah dekat dengan Allah adalah semakin serupa dengan Allah yaitu mengasihi. Sementara yang jauh dari Allah, pintu masih terbuka lebar untuk kembaliNya kita kepadaNya. Sejauh manapun kita lari dari Tuhan, pada akhirnya kita akan dipanggil kehadapanNya untuk mendapatkan penghakiman.

Lukas 15:11-32; Bacaan Mazmur 63:1-8
Adalah suatu kebahagiaan tersendiri jika ada suatu benda yang sudah lama hilang dan akhirnya kita temukan kembali. Terlebih lagi jika ada keluarga atau saudara kita yang hilang beberapa lama, terlebih lagi jika ada dari keluarga kita itu hilang karena perbuatan dosanya namun ia kembali lagi dengan pertobatan menyesali perbuatannya yang salah adalah sungguh merupakan sukacita tersendiri yang tidak ternilai dalam kehidupan kita. Ilustrasi seperti itulah yang ingin ditegaskan oleh Tuhan Yesus ketika Ia mengilustrasikan mengenai domba, dirham dan anak yang hilang. Tuhan Yesus ingin memperlihatkan bahwa betapa bersukacitanya Allah ketika manusia itu berbalik dari dosa-dosanya.
Hal ini disampaikan oleh Tuhan Yesus ketika orang-orang Farisi dan ahli Taurat bersungut-sungut: “Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka” (15:1). Dalam perumpamaan Tuhan Yesus
tentang anak yang hilang ingin menjelaskan hakikat daripada dosa itu sendiri dan ingin memperlihatkan kepada orang Farisi bahwa Yesus tidak membenarkan perbuatan dosa dalam hidup manusia walaupun sering duduk bersama dengan orang-orang berdosa. Dari perumpamaan ini Yesus menegaskan bahwa dosa akan membuat manusia itu sengsara dan Allah dengan penuh kasih akan menerima orang berdosa itu kembali.
Dalam perumpamaan anak yang hilang ada tiga tokoh yag menonjol, yaitu: Anak Sulung, Bapa dan Anak Bungsu. Jika kita menghubungkan cerita ini dengan konteks ketika Yesus menyampaikan perumpamaan ini, maka Anak sulung adalah gambaran dari orang Farisi dan ahli taurat; Bapa gambaran dari Allah; Anak Bungsu adalah orang-orang yang berdosa. Sungut-sungut orang farisi dan pemungut cukai itu adalah bentuk kemarahan anak sulung karena ketidak senangannya atas tindakan bapanya yang menerima si bungsu kembali. 

Mari kita lihat beberapa refleksi dari perumpamaan ini. 
1.      Allah sungguh mengasihi segala yang telah diciptakanNya.
Kita ingin di hantarkan pada suatu pengertian bahwa Allah adalah kasih. Tuhan tidak menginginkan segala yang diciptakanNya itu hilang. Allah akan senantiasa menanti kembalinya kita kepadaNya. Sejauh mana kita pergi meninggalkan Tuhan, namun Ia akan senantiasa menantikan kepulangan kita, itulah kasih setia Tuhan.
2.      Dampak dari perbuatan dosa
Setelah kepergian anak bungsu membawa bahagian harta yang menjadi haknya dan dari kisah perjalanan kehidupanNya mencerminkan kehidupan manusia yang jatuh kedalam dosa sungguh amat mengerikan. Bagi orang yang berpikiran pendek memang sungguh enak hidup dalam dosa dan pada akhirnya dosa itu sendiri akan membinasakan kita secara berlahan-lahan. Godaan dosa itu memang menggiurkan namun pada hakikatnya adalah mematikan.
3.      Pintu pertobatan terbuka lebar
Sejauh manapun kita jatuh kedalam dosa, namun Allah tetap menerima kita kembali. Perubahan hidup dari anak bungsu itu adalah ketika “ia menyadari keadaannya” (ayat 17). Dia masih mengenal bapanya yang begitu baik dan penuh kasih, ia yakin bahwa bapanya akan menerima ia kembali serendah-rendahnya menjadi seorang upahan bapanya, karena juga mengetahui bahwa pekerja upahan bapanya saja tidak diperlakukan seperti yang dia rasakan. Kesadaran itulah yang membawa ia mendapatkan hidup yang baru. Maka sadarlah selama Allah berkenan menantikan engkau.
4.      Menyadari posisi hidup
Ada dua gambaran hidup yang diperlihatkan oleh perumpamaan ini yaitu pribadi anak bungsu dan anak sulung. Kedua anak itu mau jauh ataupun dekat dengan bapanya, namun yang pasti keduanya sama-sama tetap rentan untuk jatuh ke dalam dosa. Sehingga yang menjadi kuncinya adalah kita “menyadari kasih Allah”. Walaupun kita dekat dengan Allah, namun jika kita tidak menyadari kasih Allah maka kedekatan kita itu akan sia-sia. Sebab sikap orang yang telah dekat dengan Allah adalah semakin serupa dengan Allah yaitu mengasihi. Sementara yang jauh dari Allah, pintu masih terbuka lebar untuk kembaliNya kita kepadaNya. Sejauh manapun kita lari dari Tuhan, pada akhirnya kita akan dipanggil kehadapanNya untuk mendapatkan penghakiman.

No comments :

About Metro

Powered by Blogger.

Popular Posts

Followers

Blog Archive

Popular Posts

Perumpamaan "Anak Yang Hilang" (Lukas 15:11-32)

Lukas 15:11-32; Bacaan Mazmur 63:1-8
Adalah suatu kebahagiaan tersendiri jika ada suatu benda yang sudah lama hilang dan akhirnya kita temukan kembali. Terlebih lagi jika ada keluarga atau saudara kita yang hilang beberapa lama, terlebih lagi jika ada dari keluarga kita itu hilang karena perbuatan dosanya namun ia kembali lagi dengan pertobatan menyesali perbuatannya yang salah adalah sungguh merupakan sukacita tersendiri yang tidak ternilai dalam kehidupan kita. Ilustrasi seperti itulah yang ingin ditegaskan oleh Tuhan Yesus ketika Ia mengilustrasikan mengenai domba, dirham dan anak yang hilang. Tuhan Yesus ingin memperlihatkan bahwa betapa bersukacitanya Allah ketika manusia itu berbalik dari dosa-dosanya.
Hal ini disampaikan oleh Tuhan Yesus ketika orang-orang Farisi dan ahli Taurat bersungut-sungut: “Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka” (15:1). Dalam perumpamaan Tuhan Yesus
tentang anak yang hilang ingin menjelaskan hakikat daripada dosa itu sendiri dan ingin memperlihatkan kepada orang Farisi bahwa Yesus tidak membenarkan perbuatan dosa dalam hidup manusia walaupun sering duduk bersama dengan orang-orang berdosa. Dari perumpamaan ini Yesus menegaskan bahwa dosa akan membuat manusia itu sengsara dan Allah dengan penuh kasih akan menerima orang berdosa itu kembali.
Dalam perumpamaan anak yang hilang ada tiga tokoh yag menonjol, yaitu: Anak Sulung, Bapa dan Anak Bungsu. Jika kita menghubungkan cerita ini dengan konteks ketika Yesus menyampaikan perumpamaan ini, maka Anak sulung adalah gambaran dari orang Farisi dan ahli taurat; Bapa gambaran dari Allah; Anak Bungsu adalah orang-orang yang berdosa. Sungut-sungut orang farisi dan pemungut cukai itu adalah bentuk kemarahan anak sulung karena ketidak senangannya atas tindakan bapanya yang menerima si bungsu kembali. 

Mari kita lihat beberapa refleksi dari perumpamaan ini. 
1.      Allah sungguh mengasihi segala yang telah diciptakanNya.
Kita ingin di hantarkan pada suatu pengertian bahwa Allah adalah kasih. Tuhan tidak menginginkan segala yang diciptakanNya itu hilang. Allah akan senantiasa menanti kembalinya kita kepadaNya. Sejauh mana kita pergi meninggalkan Tuhan, namun Ia akan senantiasa menantikan kepulangan kita, itulah kasih setia Tuhan.
2.      Dampak dari perbuatan dosa
Setelah kepergian anak bungsu membawa bahagian harta yang menjadi haknya dan dari kisah perjalanan kehidupanNya mencerminkan kehidupan manusia yang jatuh kedalam dosa sungguh amat mengerikan. Bagi orang yang berpikiran pendek memang sungguh enak hidup dalam dosa dan pada akhirnya dosa itu sendiri akan membinasakan kita secara berlahan-lahan. Godaan dosa itu memang menggiurkan namun pada hakikatnya adalah mematikan.
3.      Pintu pertobatan terbuka lebar
Sejauh manapun kita jatuh kedalam dosa, namun Allah tetap menerima kita kembali. Perubahan hidup dari anak bungsu itu adalah ketika “ia menyadari keadaannya” (ayat 17). Dia masih mengenal bapanya yang begitu baik dan penuh kasih, ia yakin bahwa bapanya akan menerima ia kembali serendah-rendahnya menjadi seorang upahan bapanya, karena juga mengetahui bahwa pekerja upahan bapanya saja tidak diperlakukan seperti yang dia rasakan. Kesadaran itulah yang membawa ia mendapatkan hidup yang baru. Maka sadarlah selama Allah berkenan menantikan engkau.
4.      Menyadari posisi hidup
Ada dua gambaran hidup yang diperlihatkan oleh perumpamaan ini yaitu pribadi anak bungsu dan anak sulung. Kedua anak itu mau jauh ataupun dekat dengan bapanya, namun yang pasti keduanya sama-sama tetap rentan untuk jatuh ke dalam dosa. Sehingga yang menjadi kuncinya adalah kita “menyadari kasih Allah”. Walaupun kita dekat dengan Allah, namun jika kita tidak menyadari kasih Allah maka kedekatan kita itu akan sia-sia. Sebab sikap orang yang telah dekat dengan Allah adalah semakin serupa dengan Allah yaitu mengasihi. Sementara yang jauh dari Allah, pintu masih terbuka lebar untuk kembaliNya kita kepadaNya. Sejauh manapun kita lari dari Tuhan, pada akhirnya kita akan dipanggil kehadapanNya untuk mendapatkan penghakiman.

Artikel Terkait

Anda baru saja membaca artikel yang berkategori Dosa / Khotbah Minggu dengan judul Perumpamaan "Anak Yang Hilang" (Lukas 15:11-32) . Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL http://sukacitamu.blogspot.com/2013/03/lukas-1511-32-perumpamaan-anak-yang.html . Terima kasih!
Ditulis oleh: Unknown -

Belum ada komentar untuk " Perumpamaan "Anak Yang Hilang" (Lukas 15:11-32) "